Ilmu kimia adalah salah satu
cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang susunan, struktur, sifat,
perubahan serta energi yang menyertai perubahan suatu materi. Berfikir radikal
merupakan awal lahirnya kimia. Dahulu, ilmuwan menganggap secara radikal atau
bebas tentang definisi atom dan model atom. Pikiran radikal diperoleh dari dari
kemauan dan kemampuan suatu otak untuk memikirkan sesuatu yang abstrak ataupu
empriris. Cara berpikir radikal ini, mempunyai manfaat yang besar dalam
perkembangan dunia kimia. Salah satu mendorong ilmuwan untuk melakukan
perenungan berpikir untuk menemukan kelanjutan dari pikiran radikalnya. Banyak
sekali muncul teori-teori tentang atom yang yang diawali oleh berfikir yang
pokok atau fundamental dari fenomena dasar mengenai penyusun suatu materi. Misalkan
kita membahas “air”, maka secara sederhana yang dipelajari oleh ilmu kimia
tentang air adalah mengenai Bagaimana atom-atom hidrogen dan oksigen tersusun
dalam sebuah molekul air dengan membentuk struktur molekul, bagaimana
sifat-sifat air dihubungkan dengan susunan dan struktur tadi, perubahan apa
yang terjadi pada air, dan berapa besar energi yang dihasilkan atau diserap
pada perubahan tersebut.
Ciri pemikiran filsafat ini yang menginspirasikan paradigma
pemahaman terhadap ilmu kimia. Sesuai pemikiran filsafat belajar itu harus
menyeluruh/integral. Paradigma ini memunculkan suatu cara berfikir,jika saya
ingin memahami kimia secara menyeluruh maka paradigma saya harus mempelajari
ilmu kimia bukan materi kimia. Pemahaman ini muncul, karena jika saya hanya
belajar materi kimia jadi saya hanya belajar dari bagian kecil kimia. Padahal
ilmu kimia lebih luas dan menyeluruh. Ketika kita belajar ilmu kimia maka akan
diperoleh pemahaman yang integral karena konsep, teori, hokum dalam kimia
adalah satu dengan yang lainnya saling berikatan. Berbeda jika kita belajar
materi kimia maka kita hanya mendapatkan bagian dari teori, konsep, maupun
hokum kimia tertentu. Contohnya ; kita belajar hanya kimia organik saja, maka
tentang energetika kmia tidak dicakupnya sehingga pada reaksinya kurang
memahami energi yang menyertainya
Hakekat ilmu kimia adalah bahwa benda itu bisa mengalami
perubahan bentuk, maupun susunan partikelnya menjadi bentuk yang lain sehingga
terjadi deformasi, perubahan letak susunan, ini mempengaruhi sifat-sifat yang
berbeda dengan wujud yang semula.
Fakta yang
terdapat di alam mempunyai banyak hubungan dengan ilmu kimia. Dari ciri
pemikiran filsafat yang telah saya pelajari mempunyai arti besar dalam
menumbuhkan sikap kritis terhadap suatu fakta. Sikap kritis ini merangsang otak
untuk mengajukan berbagi pertanyaan terhadap fenomena yang ada. Sebagai contoh
; fakta kimia yaitu korosi. Dari sikap kritis muncul pertanyaan ; apa yang
menyebabkan korosi, bagaimana proses korosi, mengapa terjadi korosi, di mana
terjadi korosi, dan seterusnya.
Pertanyaan-pertanyaan
tersebut dijawab setelah dilakukan pengolahan informasi melalui suatu analisis
yang pajang. Sebagian besar konsep, teori, dan hukum kimia merupakan produk
dari proses kritikisasi dan analisis fakta yang ada sehingga diperoleh konsep,
teori, dan hukum kimia secara ilmiah. Setiap jenis pengetahuan selalu mempunyai ciri-ciri yang
spesifik mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistemologi) dan untuk apa
(aksiologi) pengetahuan tersebut disusun. Ketiga landasan ini saling berkaitan;
ontologi ilmu terkait dengan epistemologi ilmu, epistemologi ilmu terkait
dengan aksiologi ilmu. Secara detail, tidak mungkin bahasan epistemologi
terlepas sama sekali dari ontologi dan aksiologi. Apalagi bahasan yang
didasarkan model berpikir sistematik, justru ketiganya harus senantiasa
dikaitkan.
Dalam mencari
jawaban suatu masalah filsafat mempunyai suatu sistem pengetahuan yang rasional
secara runtut. Keruntutan sistem tersebut sering disebut metode ilmiah atau
nalar ilmiah. Dalam ilmu kimia banyak teori maupun hukum kimia diperoleh dari
proses nalar ilmiah atau metode ilmiah. Contoh ; batu baterai sebagai sumber
listrik. Pembuat batu baterai merupakan hasil dari proses pemikiran ilmia yang
panjang. Berawal dari suatu hipotesis bahwa reaksi kimia merupakan interaksi
antara muatan positif dan negatif sehingga terjadi arus listrik.
Jawaban-jawaban atau analisis-analisis diperoleh dengan melakukan eksperimen
mengenai sel yang bisa menghasilkan arus listrik. Dari jawaban-jawaban yang
diperoleh membawa suatu kesimpulan bahwa listrik dapat dihasilkan oleh larutan
elektrolit yaitu larutan yang bias menghantarkan arus listrik jika terjadi
reaksi kimia. Sehingga muncul sel sumber arus listrik yang ditemukan misalnya,
sel volta, penyepuhan emas, aki, batu baterai dan lain-lain. Semua itu diperoleh
dari proses nalar ilmiah. Dalam pengambilan kesimpulan digunakan penalaran
suatu kebenaran yang dapat diterima oleh logika sehingga dalam berlaku
konsisiten karena universal.
Terkadang ilmu kimia berkembang dari aksioma-aksioma karena adanya konsep-konsep sebelumya. Fakta yang ada menjadi anomali terhadap pembuktian teori yang ditemukan.
Terkadang ilmu kimia berkembang dari aksioma-aksioma karena adanya konsep-konsep sebelumya. Fakta yang ada menjadi anomali terhadap pembuktian teori yang ditemukan.
Tetapi ilmu
kimia mengasumsikan bahwa teori dapat menjawab suatu fakta yang ada. Di sini ada
kontradiksi cara berfikir. Jika filsafat semuanya konseptual tetapi ilmu kimia
konseptual yang dianomali oleh fakta. Menurut saya hal ini disebabkan karena
dinamika objek ontologi ilmu kimia yang sifat dan karakteristiknya selalu dinamis.
Misalnya, air mendidih secara teori pada suhu 100oc tetapi fakta
menunjukan bahwa air mendidih pada suhu >100oC pada daerah
pegunungan.
Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa hakekat ilmu
kimia adalah bahwa benda itu bisa mengalami perubahan bentuk maupun susunan
partikel. Setelah kita mengetahui bahwa wujud itu bisa berubah dari bentuk satu
ke wujud yang lain, kita harus mengetahui bahwa perubahan itu akan membawa
manfaat atau justru mudharat. Wilayah
ontologi dan epistemologi sudah terpenuhi, tetapi belum tentu pada wilayah
aksiologi. Untuk itu wilayah aksiologi menjadi penting untuk dikaji bagi ilmuan
kimia.
Aksiologi ilmu meliputi nilai-nilai (values) yang bersifat
normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana
kita jumpai dalam kehidupan kita yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti
kawasan sosial, kasasan simbolik, ataupun fisik materiil. Lebih dari itu
nilai-nilai juga ditunjukkan oleh aksiologi sebagai suatu Condition Quanon yang
wajib dipatuhi dalam kegiatan penelitian maupun dalam penerapan ilmu
Timbulnya persepsi buruk masyarakat terhadap kimia
sebetulnya karena manusia terlalu acuh tak acuh dengan wilayah aksiologi kimia
itu sendiri. Seolah-olah tugas manusia telah selesai di tataran epistemologi
dan ontologi saja, padahal wilayah aksiologilah yang paling menentukan apakah
ilmu kimia itu membawa manfaat atau justru mudharat. Padahal ilmu kimia tidak
bisa lepas dari nilai, begitu juga dengan ilmu-ilmu yang lain. Semua tidak bisa
lepas dari nilai, karena yang manusia temukan pasti mempunyai tujuan
tersendiri.
Bahan pangan yang beredar di tengah masyarakat yang
mengandung bahan kimia berbahaya, seperti : tahu, bakso yang mengandung bahan
formalin, pengawet. Krupuk yang kita konsumsi pun tak luput dari bahan
racun kimia “boraks”. Bahkan, minuman es di kantin-kantin maupun yang dijual
dipinggir jalan diindikasikan bahwa bahan pewarnanya tak lain bahan yang sama
untuk pewarna kain. Mengatasnamakan kecantikan bahan kosmetik, alat
kecantikanpun tak luput dari racun-racun berbahaya, mercuri, yang berakibat
paling fatal yakni kematian
Contoh lain dalam bidang militer, kimia seolah
menjadi landasan untuk menciptakan senjata yang paling menakutkan, efisien dan
berdaya guna yang hebat, sekali blaar sasaran langsung klepek, tak berkutik
alias mati. kemengangan telah dicapai. Masih ingatkah tentang dahsyatnya bom
yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki? Sebuah bom atom yang telah
memporakporandakan segala yang ada, entah manusia, gedung atau yang lain,
semunya hancur oleh dahsyatnya bom atom. Sebuah bom yang lahir dari gagasan
mengenai teori fisi sebuah atom: sebuah atom bisa dipecah menjadi beberapa atom
yang lain dengan menembakan sinar tertentu terhadap unsur kimia tertentu,
biasanya Uranium, yang akhirnya tercipta unsur-unsur baru dengan melepaskan
energi yang sangat spektakuler serta sinar radiasi yang mematikan. Munkin daya
ledak hanya tercipta bersamaan dengan jatuhnya bom, akan tetapi sinar-sinar
radioaktifnya bisa bertahan sampai waktu yang sangat panjang.
Contoh
kasus di atas adalah contoh pengembangan ilmu kimia yang disalah gunakan yang
ditemukan hanya dengan tataran ontologi dan epistemologi tapi tanpa memandang
wilayah aksiologi. Para pelaku tersebut paham konsep dan proses ilmu yang
ditemukan tetapi tidak mempedulikan nilai dari ilmu tersebut, sehingga ilmu
yang ditemukan hanya akan membawa kemudharatan bagi masyarakat.
Jika
setiap manusia menemukan ilmu dengan memandang wilayah aksiologi, maka ilmu
tersebut akan memiliki nilai yang tinggi. Contoh terapan ilmu kimia yang
memandang wilayah aksiologi yaitu mengenai peluruhan atom yang dapat
dimanfaatkan oleh manusia untuk tujuan tertentu. Peluruhan atom telah diketahui
oleh ilmuwan, bahwa dalam proses peluruhan atau fisi sebuah unsur akan disertai
pelepasan energi beberapa elektron yang tentunya dapat dimanfaatkan, misalkan
untuk pembangkit listrik tenaga nuklir.
Jadi
wilayah aksiologi ini berhubungan dengan hati nurani manusia dan agama yang
berbicara. Akan tetapi, jika mengacu pada proses timbulnya ilmu kimia bahwa
bermacam-macam wujud yang ada ini pada dasarnya berasal dari wujud tunggal,
dalam Islam adalah bahwa segala yang ada itu berasal dari wujud Allah, sudah
selayaknya jika kehadiran ilmu kimia ini ditarik lagi ke wujud tunggal tersebut
yaitu digunakan untuk menyenangkan sesama makhluk Tuhan.
Filsafat
sebagai fasilitator ilmu kimia hanyalah sebatas untuk mengorek isi yang
terkandung dalam wilayah kimia serta mencari gejala-gejala ilmiah yang ada di
alam semesta ini yang akhirnya dimasukkan ke wilayah ilmu kimia. Tanpa filsafat
yang mengorek mengenai sesuatu yang tersembunyi di tubuh alam semesta ini maka
perkembangan ilmu, khususnya kimia, hanya akan mengalami stagnansi,
kemandekan. Jika ini terjadi berarti lonceng kematian bagi peradaban
manusia telah dimulai dan manusia akan kembali pada zaman batu. Buku kemajuan
manusia modern telah ditutup. Maka, berfilsafat merupakan syarat dasar bagi
kemajuan sebuah ilmu pengetahuan dalam hal ini khususnya ilmu
kimia dan agama menjadi penuntun ke mana ilmu pengetahuan akan
dibawa. Disinilah fungsi manusia sebagai khalifah untuk menjadi perekayasa
sehingga dunia ini bersifat sustainable atau berkelanjutan sehingga bumi ini
akan terwariskan hingga akhir zaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar